Pentingnya Tauhid


P
erkara mengenai Tauhid, yakni bagaimana kita beribadah hanya kepada Allah, berharap hanya kepada Allah, meminta dan mendoa hanya kepada Allah, dan bagaimana kita menyerahkan setiap aspek-aspek kehidupan kita hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Saudara-saudara, itulah yang menjadi makna sebenar-benarnya makna dari Tauhid, yakni sebuah konsep yang menjadi intisari dari keislaman kita. 

Kendati demikian, perkara Tauhid yang teramat genting itu nampaknya luput untuk diperhatikan kaum muslimin. Keadaan umat Islam yang tengah terinjak-injak arus dunia di tengah zaman kerusakan ini, turut menjadi sebab atas hancurnya perhatian kaum muslimin terhadap Tauhid. Padahal, Tauhid yang utama, akan tetapi menjadi pertama yang dilupakan. Saudara-saudara sekalian, itu adalah tindakan kekurangajaran, dengan menempatkan perkara-perkara lain di atas kemahapentingan Tauhid. Sebuah kenyataan yang memprihatinkan, di kala seorang manusia bersyahadat di setiap salatnya, akan tetapi tidak memahaminya. Di kala seorang manusia bersalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi tidak mengenalnya. Di kala seorang manusia mengaku-ngaku seorang muslim di KTP-nya, akan tetapi tidak mendirikannya. Kemudian itulah yang menjadi perkara penting di samping Tauhid: tiga hal yang menjadi dasar atas kita semua: (1) Tauhid, mengenal Allah subhanahu wa ta’ala di setiap kalimat syahadat yang kita ucapkan setiap harinya; (2) mengenal Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam; (3) dan senantiasa mengenal agama Islam dengan pendirian dalil yang absah. Pertanyaannya, saudara-saudara: tuntaskah pemahaman Saudara terhadap ketiga hal tersebut?


Mengenal Allah bukanlah hanya mengetahui, akan tetapi juga memahaminya. Memahami bukanlah sekadar memahami, akan tetapi juga mengamalkannya. Mengamalkan bukanlah sekadar mengamalkan, melainkan juga mendakwahkannya. Lantas, apabila teguhlah sudah hati Saudara di atas jalan ketetapan dakwah yang dirintangi seribu satu ujian, maka bersabarlah dan bersabarlah dan bersabarlah. Mengenal, mengetahui, memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan; itulah yang menjadi kerangka beragama. 


Di dalam kalimat laa ilaaha illa Allah, mengandung dua makna: (1) laa ilaaha artinya meniadakan sesembahan apa pun selain Allah; (2) illa Allah artinya menetapkan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi. Maka, Tauhid, pada keumumannya, adalah bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah sebagai satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah, sekaligus meniadakan bentuk sesembahan yang lainnya. Dialah Yang Mahaperkasa dengan tangan kuasanya yang meliputi segala hal. Muslim, berarti menyerahkan diri, maka tidaklah seorang itu dikatakan muslim, bilamana ia tidak bertauhid. Penyerahan diri ini haruslah disertai ketulusan dan kesetiaan, bahwa Allah adalah satu-satunya dan tiada dua selainnya yang memberi makan, menurunkan air langit, meniupkan nyawa di setiap jasad, menghidupi, melindungi, menciptakan, mematikan, menolong setiap makhluknya. Namun, Islam kita akan batal seiring Tauhid itu luntur atas berbagai sebab. Adapun, pembatal-pembatal keislaman itu meliputi beberapa hal: (1) menyekutukan Allah di dalam peribadatan; (2) menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah; (3) tidak mengkafirkan atau meragukan kekafiran orang-orang kafir, apalagi membenarkan mereka; (4) meyakini adanya petunjuk yang lebih sempurna dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; (5) membenci nubuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; (6) menghina Islam; (7) melakukan sihir; (8) berloyalitas pada orang kafir untuk memerangi umat muslim; (9) meyakini bahwa manusia bisa keluar dari syari’at Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam; (10) dan berpaling dari agama Allah subhanahu wa ta’ala, dalam arti, tidak mempelajarinya, apalagi mengamalkannya. Sepatutnya Saudara ini kembali merenungi, bahwa yang menjadi sebab atas batalnya keislaman Saudara itu sangatlah halus. Lantas, hindarilah setiap hal tersebut dan jangan sekali Saudara dekati. Ketahuilah, bahwa kita hanya bisa menghindarinya dengan ilmu agama yang kita dapatkan.

Saudara-saudara, perkara-perkara yang dapat membatalkan Islam harus dinilai penting, karena apabila Islam kita telah dibatalkan, maka hancur pulalah Tauhid kita. Apabila Tauhid telah hancur, maka celakalah kita, maka celakalah kita, maka celakalah kita di akhirat kelak. Ketahuilah, bahwa Tauhid yang diwujudkan di dalam kalimat laa ilaaha illa Allah adalah kunci utama dari surga Allah. Dari ‘Itban bin Malik Al-Anshori, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله. يبتغي بذلك وجه الله


“Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka bagi siapa yang mengucapkan laa ilaaha illa Allah yang dengannya mengharap wajah Allah.” (HR. Bukhari)


Tauhid juga menjadi tujuan utama dari diutusnya setiap rasul pada umatnya masing-masing. Allah subhanahu wa ta’ala telah menerangkan,


ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت


Yang artinya, “dan sungguh telah Kami utus tiap-tiap umat seorang rasul, untuk menyerukan pentauhidan kepada Allah dan menjauhi Taghut.”


Saudara-saudara, bilamana seorang rasul yang mulia saja menjadikan Tauhid sebagai perkara yanga diutamakan dalam dakwah, maka bagailah mana seorang manusia biasa menampik kepentingan Tauhid di setiap dakwah mereka? Semestinya tajuk utama dari setiap ceramah-ceramah umum adalah perhatian untuk kembali kepada Tauhid, karena itulah yang menjadi pusat kegentingan umat, yang telah menjadi biang kemunduran umat. Senantiasalah para pendakwah itu mengingatkan kaum muslimin untuk kembali pada kemurnian Tauhid, dan itulah yang semestinya pula diutamakan. Jangan melulu para pendakwah itu melemahkan hati kaum muslimin dengan petuah-petuah cinta menjijikan, penyajian sejarah masa Islam dari zaman ke zaman yang tidak ringan, dan tajuk-tajuk lainnya yang bercabang banyak itu. Saudara-saudara, tidaklah saya mengatakan bahwa kesemuanya itu adalah hal yang tiada
berfaedah, tentunya, semua berfaedah! Namun, kita di sini mementingkan satu perkara yang mestilah dijadikan prioritas: yakni dakwah terhadap Tauhid.


Melihat kembali perjuangan Islam di dunia sekarang ini, jumlah kaum muslimin tak ubahnya buih yang tidak bermakna. Mereka terlalu bersemangat, bergejolak, berapi-api gairahnya, akan tetapi meruntuhkan asas penting: bahwa mereka harus melandasi itu semua dari dasarnya, yakni Tauhid, lantas mereka luput akan hal itu. Orang-orang yang menggembor-gemborkan revolusi Islam dengan lantang, sudahkah mereka memahami Tauhid dengan baik? Orang-orang yang mengangkat senapan untuk menghancurkan gedung-gedung lantas mengatasnamakan Islam, sudahkah mereka memahami Tauhid dengan baik? Orang-orang yang berada di kursi pemerintahan, sudahkah mereka memahami Tauhid dengan baik? Guru-guru yang mengajari muridnya, sudahkah mereka memahami Tauhid dengan baik? Sudahkah mereka memahami Tauhid dengan baik? Maka, teranglah pada kita sebuah perumpamaan, bahwa yang didirikan kaum muslimin sekarang ini hanyalah bangunan yang walau tinggi, tetapi tidak berpondasi. Lantas, teramat dimungkinkan, bahwa gedung itu goyah di tengah badai yang menerpa.


Tauhid diartikan sebagai bentuk meniadakan sesembahan dan sekutu selain Allah lantas menetapkan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak diibadahi. Maka teranglah pada kita sekalian akan pentingnya Tauhid itu sendiri sebagai pondasi kita dalam mengamalkan Islam dan Iman. Namun, kendati Tauhid itu tak terbantahkan lagi sebuah dasar yang tidak bisa tidak harus kita bangun di agama kita, di antara keumuman yang terjadi adalah banyaknya kaum muslimin yang luput akan kepentingan Tauhid itu, lantas terjerumuslah mereka ke dalam jurang kesyirikan yang suram dan tak berdasar itu. Ia mengatakan, “Saya sudah bertauhid,” akan tetapi ia juga mengatakan, “Wahai kekasihku, janganlah tinggalkan aku, aku tidak bisa hidup tanpa dirimu.” Hancurlah Tauhidnya! Tidakkah ia berpikir, bahwa satu-satunya Dzat Yang Maha Menghidupkan hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala! Sebagian lagi mengatakan, “Aku sudah bertauhid,” akan tetapi ia juga mengatakan, “Wahai Langit, dapatkah kauturunkan hujan?” Hancurlah Tauhidnya! Tidakkah ia berpikir, bahwa satu-satunya Dzat Yang Menurunkan Air Langit hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa mereka sudah bertauhid, tapi mereka hanya mengenal nama-nama pemain bola kafir ketimbang sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa mereka sudah bertauhid, tapi mereka hanya mengenal silsilah musisi-musisi kafir ketimbang silsilah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa mereka sudah bertauhid, tapi mereka lebih mengenal bahasa Inggris ketimbang bahasa Arab, tanpa usaha yang disertai. Maka perkara ini semestinya tidak menjadi hal yang direndahkan, melainkan ditinggikan dan kembali diutamakan sebagai perkara yang teramat genting sekali! Kembalilah pada Tauhid, pelajarilah Tauhid, dan amalkanlah Tauhid. Niscaya kesejahteraan atas kalian!


Komentar

Postingan Populer